Catat, Gedung Walet Bukan Sarang Walet

KLIK BORNEO – BERAU. Direktur RSUD dr Abdul Rivai, dr Jusram, angkat bicara terkait pemberitaan yang menyebut bangunan baru rumah sakit tersebut sebagai “sarang burung walet”. Ia menegaskan bahwa isu tersebut muncul dari persepsi semata dan tidak mencerminkan realita yang ada. Selain itu ada beberapa polemik dan dinamika yang berkembang terkait pelayanan RS saat ini.

“Beberapa pekan ini kami terkesan disoroti, dan siapapun yang mengkritik, kami ucapkan terima kasih. Tentunya kami semakin berhati-hati, introspeksi, dan bekerja lebih waspada,” ujar dr Jusram, Minggu (3/8).

Ia mengaku, meskipun beberapa pemberitaan terasa kurang nyaman, pihaknya tetap menjadikan hal itu sebagai bahan perbaikan. Namun demikian, menurutnya penting untuk meluruskan informasi agar tidak menyesatkan masyarakat.

“Pemberitaan menyebut bangunan baru sebagai sarang walet hanya karena terdengar suara burung walet, itu hal yang sangat bisa dipersepsikan. Tapi mari kita kedepankan akal sehat, apakah masuk akal anggaran besar digelontorkan untuk layanan rumah sakit, lalu diubah jadi sarang walet?” ucapnya.

Jusram menjelaskan bahwa pembangunan gedung baru rumah sakit tidak lepas dari kebijakan pusat, terutama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait penerapan Kriteria Standar Pelayanan Inap (KRIS). Dalam waktu satu tahun, RSUD Abdul Rivai harus menyesuaikan dengan aturan-aturan baru tersebut, yang sebelumnya belum diterapkan.

Gedung baru yang kini disebut “Gedung Walet”, menurutnya justru menjadi simbol kesiapan rumah sakit untuk bersaing dengan daerah lain, dan bukan simbol negatif seperti yang diberitakan. Ia berharap rumah sakit di Berau bisa menjadi rujukan regional di ujung Kalimantan Timur yang aksesnya cukup menantang.

“Kami tidak sedang mencari pembenaran, tapi juga tidak tinggal diam. Kami harus menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi di rumah sakit,” tegasnya.

Terkait anggaran, ia menjelaskan bahwa pembangunan menggunakan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), yang tidak membebani APBD secara langsung. Bahkan ia berharap model pembiayaan ini bisa menjadi contoh (role model) bagi daerah lain.

“Biaya pembangunan itu muncul dari akumulasi anggaran tiga tahun. Gedung rumah sakit berbeda dengan hotel, karena merupakan bangunan khusus yang harus memenuhi banyak aturan teknis, seperti pelapisan timbal di ruang radiologi, hingga jarak ruang rawat inap dari ruang jenazah,” jelasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa kebutuhan ruang intensif di Berau masih kurang. Saat ini hanya tersedia 4 tempat tidur dewasa dan 7 anak, padahal idealnya 22 sesuai Permenkes 23 Tahun 2020. Meski sempat dikabarkan turun kelas, hal tersebut terjadi karena proses pembangunan ruang tambahan masih berjalan. (Elton)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
930 x 180 AD PLACEMENT