
KLIK BORNEO – BERAU. Pemerintah Kabupaten Berau perlu membuat satu inovasi baru dalam upaya menangani masalah banjir atau genangan dalam kota. Dimulai dari system drainase yang sampai saat ini masih menerapkan paradigma tak berkembang. Pentingnya inovasi ini diutarakan Anggota Komisi III Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Berau, M Ichsan Rapi. Menyerap banyak informasi terkait paragigma baru system drainase dikota-kota besar, hal ini dinilai akan sangat baik jika di terapkan pada Ibukota Tanjung Redeb.
Masih ditemukannya beberapa titik genangan air paling tidak telah menggambarkan bahwa kualitas drainase yang ada masih kurang baik. Pada dasarnya awal paradigma drainase adalah mengalirkan air secepat-cepatnya ke sungai sehingga tidak ada lagi air yang tergenang.”Akan tetapi paradigm baru sudah berubah, ada inovasi yang lebih efektif dengan kata lain untuk mudahnya, air tersebut harus sesegera mungkin terserap masuk ke dalam tanah dan disini fungsi drainase ini sangat berperan,” ungkapnya.
Dijelaskannya, dibeberapa daerah, draninase tidak hanya sebagai media menyalurkan air secepatnya kesungai melainkan menjadi daerah resapan air melalui tekhnologi sederhana yang teruji efektif dalam mengurangi debit air yang masuk ke saluran pembuangan ini.
Berapapun besarannya anggaran untuk hal tertantu masalah banjir menurutnya tidak akan cukup. “Harus inovatif dan kreatif juga, ”jelasnya. Tempat resapan air dan juga gorong-gorong selokan yang seharusnya banyak dibuat,memang merupakan satu solusi.Namun harus tidak ada salahnya pembenahan dan peningkatan tekhnologi penanganan masalah banjir dan genangan air.
Masih kurang maksimalnya system drainase ini bisa dilihat dari masih adanya genangan air yang tersisa di saluran air dalam kota. “Seberapa besar drainase kita dalam gang-gang, apakah sebanding dengan debit air yang masuk? Tentu tidak sehingga air tidak cukup cepat menuju sungai dan berakibat banjir meluap kejalan,”jelasnya.
MelihatKeberadaannya sering beralih fungsi. Tidak sekadar menjadi jalan pergerakan air, namun juga menjadi tempat pembuangan limbah. Terutama hal ini terjadi pada kota. Limbah-limbah rumah tangga, bahkan limbah industri seenaknya dibuang ke jalur tersebut. Akibatnya sampah menumpuk, saluran pun tertutup. Dampaknya kemudian baru terasa. Saat hujan turun saluran-saluran tersebut tidak kuasa menampung laju air. Akibatnya banjir bisa saja terjadi.
Seperti Makassar dan Bandung, menurutnya sudah lebih dulu menerapkan system ini. Tekhnologi sederhana ini bersifat fleksibel dan bisa diterapkan dimana saja khususnya dalam kota. Dirinya berharap belajar pada kondisi yang ada untuk segera mendorong pemerintah daerah khususnya dinas terkait menerapkannya. “Sebelum bertambah parah kenapa tidak dari sekarang,” tandasnya.(Adv/Elton)