KLIK BORNEO – BERAU. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kabupaten Berau, Muhlisin membantah adanya dugaan pungutan liar (Pungli) yang melibatkan pihaknya. Pasalnya, pembayaran tarif BPJS Kesehatan selama ini mengacu pada Permenkes.
Bantahan itu disampaikannya, sebagai tanggapan atas laporan atau pengaduan yang disampaikan Pengurus Laskar Anti Korupsi Pejuang ’45 terkait dugaan pungli peserta BPJS Kesehatan dan Kenaikan tarif RSUD Abdul Rivai ke Polres Berau, Rabu (13/11/2024).
Tak hanya itu, Muhlisin pun mengaku bahwa kenaikan tarif umum RSUD Abdul Rivai saat ini jika merujuk pada Perda Nomor 7 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mulai berlaku sejak Januari 2024, lebih tinggi dari yang ditetapkan Permenkes ke BPJS Kesehatan.
“Tarif umum ini yang saat ini lagi ramai. Karena tarif umumnya lebih tinggi dari tarifnya Kemenkes. Kenapa tarif umumnya lebih mahal, karena itu yang bisa menjawab, internalnya di RSUD, perdanya di Pemda,” ungkapnya, Senin (18/11/2024).
Disampaikannya, meskipun pihak RSUD menagih lebih tinggi, BPJS Kesehatan tetap membayar sesuai tarif yang ditetapkan sesuai Permenkes Nomor 3 Tahun 2023. Dengan demikian sebenarnya pihak BPJS Kesehatan sendiri tidak terlibat dalam dugaan pungli tersebut.
“Kami tidak (terlibat pungli, Red). Kan standarnya kami Permenkes. Kalau tagihan RS Rp 1 juta, tapi standar Permenkes Rp 800, ya kami wajib bayar yang 800,” tegasnya.
Diakuinya, memang yang menjadi keberatan masyarakat saat ini yakni ketika berobat, masyarakat harus membayar sendiri dengan tarif yang lebih mahal karena kepesertaan BPJS-nya masih bermasalah. Namun, soal tarif yang ditetapkan RSUD Abdul Rivai tersebut bukan menjadi kewenangan BPJS Kesehatan.
“Kalau dulu memang tarif Pemda itu lebih rendah dari tarif Permenkes. Misalnya kasus bersalin, dibiayai lebih tinggi oleh Permenkes ketimbang Pemda. Jadi kami membayar lebih mahal ke rumah sakit ketimbang tarifnya Pemda,” ujarnya.
“Tapi saat ini dengan adanya Perda terbaru yang mulai berlaku Januari itu (Perda Nomor 7 tahun 2023, Red), memang tarifnya itu rata-rata lebih tinggi dari tarif Permenkes. Tapi bagaimana proses berjalannya Perda itu sampai jadi, itu kami tidak ikuti karena itu internalnya Pemda,” sambungnya.
Ditambahkannya, sesuai ketentuan Permenkes, peserta JKN juga tidak boleh dikenakan biaya tambahan. Maksudnya, pembayaran BPJS kesehatan ke RSUD harus sesuai dengan hasil diagnosis penyakit.
“Misalnya operasi usus buntu Rp 15 juta, itulah yang kami bayarkan ke Rumah Sakit, jika ada pasien yang dilakukan operasi usus buntu. Sehingga kalau kami acuannya Permenkes, Pemda itu bikin tarifnya sendiri,” tandasnya. (Elton)