
KLIK BORNEO – BERAU. Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh – Sumut 2024 sudah usai. Para atlet setiap cabang olahraga (Cabor) telah kembali ke daerahnya masing-masing. Termasuk atlet kriket asal Berau yang pulang dengan membawa medali emas.
Meskipun meraih prestasi gemilang di kancah nasional, keluhan terkait minimnya perhatian dari pemerintah daerah bagi para atlet, masih saja terdengar. Bahkan, pemerintah daerah seakan ‘menghambat’ para atlet berprestasi mengharumkan nama daerah di Bumi Pertiwi.
Berlian Duma Pare, salah satu atlet kriket asal Berau yang meraih emas di PON Aceh – Sumut, mencurahkan isi hatinya tentang minimnya perhatian pemerintah daerah tersebut. Salah satunya, terkait izin kerja yang membuatnya hampir gagal mengikuti PON.
Dikisahkan Berlian, demi mengikuti PON 2024, dirinya harus membuat surat dispensasi ke Disdik, tempatnya bekerja. Namun, izin yang telat diberikan dinas terkait membuatnya hampir gagal mengikuti kejuaraan nasional tersebut.
“Saya dengan Noor Ainah ini pertama terkendala di masalah izin. Kami kerja, kan. Sehingga sempat telat masuk Pustlada. Akhirnya, terlambat latihan. Jadi, sampai sana, kami harus buat surat keterlambatan dulu. Itu pun hampir dipulangkan,” ungkapnya kepada para wartawan, Senin (23/9/2024).
Sebagai seorang atlet berprestasi yang telah mengharumkan nama Berau di jagat nusantara, izin kerja seharusnya sudah bisa dipermudah. Namun, diakui Berlian, dirinya bahkan seringkali disoroti dinas terkait, lantaran terus meminta izin saat suatu ajang olahraga berprestasi digelar.
“Saya paling disoroti di Dinas Pendidikan karena katanya terlalu banyak dispen,” keluhnya.
Menanggapi keluhan atlet kriket itu, Ketua KONI Berau, Taupan Madjid meminta pemerintah daerah untuk all out mendukung para atlet. Pasalnya, pekerjaan para atlet sebenarnya yakni berolahraga dan mengikuti ajang olahraga berprestasi.
“Jangan dengan alasan kerjaan. Mereka (kerja di dinas, Red) ini hanya titipan. Titipan ini dalam rangka bentuk perhatian. Bukan dalam arti mereka kerja full, secara pengertiannya,” tegasnya.
Latihan, olahraga, dan mengikuti pertandingan, menurut Taupan, harus dinomorsatukan. Itu berarti, posisi para atlet di tempatnya bekerja tidak boleh disamakan dengan para pegawai atau pekerja lainnya. Apalagi, para atlet tersebut sudah mengharumkan nama daerah.
Namun, keluhan itu, tambahnya, akan segera disoundingkan lebih lanjut ke dinas terkait. Tujuannya agar ada kesamaan persepsi dan pengertian yang sama terkait tugas dan pekerjaan para atlet yang sebenarnya.
“Jadi, ini harusnya kita persamakan persepsi dulu. Baik Dispora, Dinas Pendidikan, maupun Sekda, harus samakan persepsi dulu. Jangan menyamakan mereka dengan pegawai yang lainnya,” tandasnya. (Elton)