KLIK BORNEO – BERAU. Peningkatan 21 Puskesmas yang ada di Kabupaten Berau menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ditargetkan akan diimplementasikan pada tahun 2026 mendatang.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Berau, Lamlay Sarie menjelaskan saat ini pihaknya sedang melakukan beberapa penataan yang diperlukan demi peningkatan Puskesmas menjadi BLUD tersebut.
“BLUD sudah ada SK-nya cuma implementasinya tahun depan. Ada 21 Puskesmas. Saat ini kita sedang menata pengelolaan keuangan,” ungkapnya, Rabu (14/5/2025).
Disampaikannya, penataan keuangan setiap Puskesmas itu dilakukan mengingat pada saat sudah menjadi BLUD, keuntungan yang diperoleh pada saat melayani pasien BPJS akan masuk ke khas Puskesmas.
“Jadi, tidak masuk lagi ke khas daerah. Itu akan masuk ke khas mereka sendiri. Selama ini kan masuk ke khas daerah,” jelasnya singkat.
Diakui Lamlay sebelumnya, selain menata pegelolaan keuangan pihaknya juga melakukan beberapa hal yang penting untuk peningkatan Puskesmas menjadi BLUD. Salah satunya yakni menyusun draft peraturan bupati (Perbup) yang diperlukan sebagai dasar atau acuan.
Selain draft Perbup, dibutuhkan juga Tim Penilai yang bertugas menilai kelayakan sebuah Puskesmas. Terlepas dari penilaian itu, Puskesmas dengan jumlah penduduk terbanyaklah yang dinilai lebih berpotensi dikelola jadi BLUD.
“Ada sekitar 3 atau 5 draft peraturan bupati yang kami mau susun. Kami juga akan membentuk tim penilai. Tim ini akan menilai kelayakan Puskesmas untuk mengelola dana kapitasinya dengan pola BLUD,” terangnya.
Puskesmas yang memiliki penduduk dengan jumlah yang banyak, merupakan puskesmas yang berada di wilayah perkotaan atau meliputi empat kecamatan, yakni Kecamatan Tanjung Redeb, Sambaliung, Teluk Bayur, dan Gunung Tabur.
“Labanan mungkin juga bisa. Tapi yang pasti kami mengawal 21 Puskesmas. Nanti untuk Puskesmas yang dinilai belum layak, itu tidak masalah. Paling tidak mereka mengikuti dulu sistem penilaiannya,” bebernya.
Menurutnya, pengelolaan BLUD akan menggunakan pola atau sistem kapitasi atau sistem satu jiwa yang diatur oleh BPJS Kesehatan sesuai jumlah penduduk yang ada. Dalam pengelolaannya, kelebihan dana yang diperoleh akan menjadi tanggung jawab Puskesmas untuk dikelola lebih lanjut.
“Kalau belum jadi BLUD, kelebihan dananya harus dimasukkan ke khas daerah kabupaten. Padahal uang itu adalah hasil kinerja mereka. Kalau misalnya BLUD maka kelebihan uang itu, bisa diputar lagi, bisa dikelola lagi oleh Puskesmas,” tegasnya.
Berbeda dengan Dinkes yang mengelola dana APBD dengan realisasi mesti mencapai 100 persen, fasilitas kesehatan baik Puskesmas atau rumah sakit (RS) yang dikelola menggunakan sistem BLUD tidak boleh menghabiskan kelebihan dana kapitasi yang ada.
“Pengelolaan keuangannya seperti semi swasta. Ada dana yang diputar. Misalnya ada dana 100 juta, tidak boleh habiskan semuanya. 100 juta jadi modal tahun depan bisa dapat untung berapa, berapa yang disimpan, berapa yang dikelola,” paparnya.
Ke depan, tambahnya, apabila Puskesmas kota sudah bisa dikelola menjadi BLUD maka pihak Puskesmas akan lebih leluasa mengelola dana kapitasi yang ada. Berikutnya, dapat memenuhi semua hal yang dibutuhkannya tanpa harus menunggu kucuran dana APBD.
“Contoh mereka mau membeli kipas angin, mereka tidak perlu menunggu APBD Dinkes. Tapi jumlahnya memang tidak sebanyak APBD. Jadi istilahnya membeli barang itu dalam konteks untuk mempermudah operasional bisnis mereka,” tandasnya. (Elton)