Respons PT PSS untuk Mitigasi Dampak dan Keterbatasan Wewenang DLHK

Branch Manager PT PSS Achmad Basari
930 x 180 AD PLACEMENT

KLIK BORNEO – BERAU. Insiden terbaliknya satu tongkang menyebabkan tumpahan batubara ke sungai di sekitar Mantaritip. Saat ini dalam proses evakuasi. Peristiwa insiden kapal tongkang Intan Kelana 23, terjadi (18/10/2024). PT Pelita Samudera Sreeya (PSS) selaku pemilik kapal bersama dengan pihak ketiga sebagai pencarter yang mengoperasikan kapal saat peristiwa terjadi, bertindak proaktif dengan segera melakukan proses salvage operation yang bertujuan untuk mengevakuasi kapal dan memulihkan kondisi.

“Saat ini kami tengah melakukan proses evakuasi. Untuk itu kami telah berkoordinasi dengan pihak-pihak yang kompeten serta dengan pihak berwenang untuk membantu percepatan penanganan peristiwa ini,” jelas Branch Manager PSS, Achmad Basari.

Achmad menambahkan, pihaknya memahami perhatian publik. Sehingga saat ini mereka berupaya untuk melakukan operasi evakuasi secepat mungkin. “Karena itu kami terus berupaya untuk mengatasi dengan langkah-langkah terbaik bersama pihak-pihak yang kompeten dan menindaklanjuti penanganan dampak atau mitigasinya,” ujar Achmad. Ia menjelaskan lebih lanjut, perusahaan bersama-sama dengan pihak terkait berkomitmen untuk menangani insiden ini.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau dikonfirmasi wartawan menyebutkan pihaknya menjalankan fungsi sesuai batas kewenangan. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Ida Ayu menyebutkan, pihaknya terbentur kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dampak lingkungan.

930 x 180 AD PLACEMENT

Melihat lokasi kejadian masuk ranahnya Balai Wilayah Sungai (BWS). “Kami DLHK kabupaten, hanya memiliki kewenangan untuk sungai-sungai kecil. Seperti Sungai Sambaratta di Sungai Segah. Di sana kami baru bisa melakukan pengujian. Kalau sungai tempat tumpahan batu bara, atau Sungai Segah dan Sungai Kelay itu kewenangan BWS,” ujarnya.

Ida juga menyampaikan, batubara bukan termasuk kategori limbah B3, atau limbah spesifik. Namun batubara terbuat dari fosil. Memang diakuinya, tumpahnya batubara ke dalam sungai menimbulkan kekhawatiran masyarakat.

Berbeda halnya ketika di areal tambang memang wajib ada pengolahan air atau WMP, karena dapat dialiri oleh air. Karena tergenang dan tidak dapat mengalir lagi, maka kadar air yang terperangkap di wilayah tambang tersebut akan berubah.

“Kalau batu bara yang tumpah ke sungai itu kan airnya mengalir. Kalau di areal tambang itu tidak. Makanya air yang tergenang ini yang kita proses, bukan batu baranya, Karena air yang tergenang di tambang itu tidak bisa langsung di buang ke sungai, harus diproses dulu. Setelah TSS, Ph, Mn, dan Fe netral, dan kadar air normal, baru dialirkan ke sungai,” jelasnya.

930 x 180 AD PLACEMENT

Dia juga menegaskan, dalam kasus ini DLHK Berau tidak melakukan tindakan intervensi kepada pihak manapun. Meski begitu, pihaknya tetap akan aktif berkoordinasi terkait pengujian kadar baku mutu air. “Kami hanya berdiri sebagai Pemerintah Daerah. Dan saya sampaikan, kami di sini sifatnya hanya memantau,” tutupnya.(Elton)

930 x 180 AD PLACEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
930 x 180 AD PLACEMENT