Belum Ada Kesepakatan Ganti Rugi, PT BBA Libatkan Aparat Gusur Lahan Warga Pandan Sari

konflik warga dan PT BBA terus berlanjut. Warga protes lantaran lahan dengan bukti surat garapan mereka di gusur perusahaan tambang. Sementara PT BBA Menyebutkan pihak mereka telah memiliki IUP.

 

KLIK BORNEO – BERAU. Konflik antara warga Pandan Sari, Kecamatan Segah, Kabupaten Berau dan PT Berau Bara Abadi (BBA) yang mulai mencuat sejak April 2024 lalu kian memanas. Di tengah kesepakatan ganti rugi yang belum terjadi, PT BBA mulai menggusur lahan warga dengan melibatkan aparat keamanan.

Kuasa Hukum Warga Pandan Sari, Yohan Liko menegaskan PT BBA boleh menjalankan eksplorasi batu bara di area lahan tersebut. Namun, eksplorasi itu hanya dapat dilakukan apabila pembebasan lahan dan pembayaran ganti rugi tanam tumbuh sudah diselesaikan dengan baik.

“Pembebasan itu mengacu pada Keputusan Bupati Berau Nomor 419 Tahun 2022 tentang penetapan tarif ganti rugi tanam tumbuh komoditi perkebunan dalam rangka pembangunan di wilayah Kabupaten Berau,” ungkapnya, Senin (26/8/2024).

Disampaikannya, selaku kuasa hukum, dirinya tentu merasa tidak puas dan keberatan dengan langkah yang ditempuh PT BBA dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Selain karena pembayaran ganti rugi tidak mengacu pada Perbup, pihak perusahaan juga bertindak semena-mena.

“Kami sudah melaporkan tindakan pidana pengerusakan tanaman. Tapi kami disyaratkan dengan hal-hal yang aneh. Ketika kita membuat laporan pengaduan dengan bukti yang cukup, masih disyaratkan lagi dengan peningkatan surat,” tegasnya.

Menurutnya, peningkatan surat di atas lahan bermasalah tentu tidak masuk akal. Karena itu, dirinya menilai penyelesaian persoalan legalitas itu hanya merupakan akal-akalan pihak perusahaan. Pasalnya, SP2HP yang diminta dengan syarat peningkatan surat tidak akan terjadi.

“Mana ada camat mau tingkatkan surat di atas lahan yang bermasalah. Jadi saya akan buat laporan lagi. Karena laporan pertama belum diproses. Saya juga akan giring ke hearing DPRD. Karena kalau proses hukum mendapat jalan buntu maka kami butuh kehadiran negara melalui DPR,” jelasnya.

Konflik warga dan perusahaan 2

Terpisah, Kuasa Hukum PT BBA, Bayu Putra Wicaksono, menjelaskan lahan yang hendak dieksplorasi tersebut sebenarnya sudah dibebaskan sejak tahun 2012 akhir sampai 2013 awal. Namun, untuk sementara sampai dengan tahun ini, lahan tersebut belum ditambang.

“Karena klien kami masih explore di tempat lain maka ini kami sementara membiarkannya terlebih dahulu. Nah saat kita mau melakukan explore di sini, ada tanaman perkebunan yang ada di atasnya,” imbuhnya.

Disampaikannya, pihak perusahaan sudah menawarkan perdamaian dan membuat negosiasi selama satu tahun. Berikutnya, membuat somasi dengan membayar ganti rugi tanam tumbuh di atas lahan tersebut. Namun, harga yang ditawarkan belum diterima oleh warga.

“Beberapa kali kapolsek, kepala kampung ikut turun dalam negosiasi ini agar kita cepat jalan karena di wilayah ini juga harus pindah dalam waktu dekat ini. Setahun ke depan kita harus pindah. Tapi mereka (warga) belum terima,” bebernya.

Diakuinya, kuasa hukum warga memang sudah menyampaikan ke pihaknya agar pembayaran ganti rugi sesuai dengan Perbup yang ada. Namun, permintaan itu akan disampaikan terlebih dahulu ke perusahaan agar dapat ditemukan solusi yang baik.

“Tapi kalau memang sudah masuk jalur hukum, sebaiknya kita sama-sama mengambil langkah hukum. Kalau mereka tidak terima tanahnya digusur ya tempuh langkah hukum. Kan ada jalurnya. Kalau saya juga dihentikan operasionalnya, saya juga mengambil langkah hukum,” paparnya.

Digusur Perusahaan

Menyinggung soal legalitas, ditambahkannya, pihak perusahaan memiliki IUP yang sudah diterbitkan kementerian terkait. Tak hanya perusahaan, warga juga memang mengklaim memiliki surat garapan.

“Dia punya surat garapan kami punya IUP, ajukan gugatan perdata. Nanti buktinya di pengadilan kan semuanya jelas. IUP kami sudah sah, jelas. Dikeluarkan oleh kementerian, negara. Makanya kita somasi terlebih dahulu karena mau melakukan clearing,” ujarnya.

Warga Pandan Sari, Simon menegaskan hingga, Senin (26/8/2024) lahan yang sudah digusur pihak perusahaan mencapai 16 hektare (Ha) dari 28 Ha yang dimiliki oleh belasan warga. Penggusuran lahan yang dilakukan itu pun tidak dilakukan lewat proses komunikasi terlebih dahulu.

Disampaikannya sebelumnya, penggusuran lahan itu bermula dari tudingan perusahaan bahwa warga melakukan penyerobotan lahan. Namun, hal itu tidak berdasar. Mengingat, lahan tersebut merupakan lahan milik kampung yang telah diserahkan ke masyarakat untuk digarap.

“Sesuai SK 633, lahan itu milik Kampung Pandan Sari. Karena kami mau menggarap maka kami minta kepala kampung untuk terbitkan surat garapan,” ungkapnya.

Pasca memiliki surat garapan tersebut, lanjutnya, warga tentu saja mulai menggarap dan menanam berbagai jenis tanaman di atas lahan tersebut, termasuk tanaman sawit.

“Jadi kami menggarap itu mulai dari jalan hauling perusahaan kayu ke arah belakang Kampung Pandan Sari. Dan kami menanam sesuai SK 633 dan surat garapan dari kepala kampung,” tegasnya.

Ketika hendak menambang di atas lahan tersebut, lanjutnya, PT BBA langsung menggusur lahan yang ada tanpa didahului dengan pembebasan dan pembayaran ganti rugi tanam tumbuh. Berikutnya, memasang plang penguasaan atas lahan tersebut.

“Kami tentu keberatan. PT BBA baru pasang plang itu sekarang. Dari tahun 2000 ke mana. Sekarang mau tambang baru bilang ini IUP-nya PT BBA. Apalagi tanaman tumbuh kami belum dibebaskan dan dibayar ganti rugi,” tandasnya. (Elton)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
930 x 180 AD PLACEMENT