60 Persen Sub DAS Kedaung Hancur Karena Tambang: Apa Kabar Penanganan Banjir?

930 x 180 AD PLACEMENT

KLIK BORNEO – BERAU. Penanganan banjir di Kabupaten Berau khususnya di wilayah Kecamatan Tanjung Redeb kian sulit dan tak menentu. Hal ini menyebabkan berbagai langkah solutif seperti pembangunan drainase ataupun gorong-gorong seakan menjadi tak berarti.

Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau Hendra Pranata menilai banjir yang terjadi di wilayah Tanjung Redeb selama ini tak terlepas dari perubahan fungsi Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Kedaung.

“Kedaung itu area Sub DAS terbesar di Kecamatan Tanjung Redeb, sekitar 440 Hektare (Ha) atau per lima dari semua area yang ada di Kecamatan Tanjung Redeb,” ungkapnya.

Luas Sub DAS Kedaung yang cukup besar itu, lanjut Hendra, sebenarnya cukup mampu menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Berikutnya, menangkal banjir di wilayah Kedaung hingga Jalan Gatot Subroto dan wilayah lainnya.

930 x 180 AD PLACEMENT

Namun, alih-alih menjadi daerah tangkapan hujan, 60 persen wilayah ini telah dihancurkan oleh aktivitas tambang. Masifnya aktivitas tambang di wilayah ini dalam beberapa tahun terakhir, secara konkret telah mengganggu keseimbangan daerah hulu DAS.

“Ini sudah terjadi sejak tahun 2021. Peningkatan dan buka lahan yang cukup tinggi menyebabkan debit air yang turun cukup besar sehingga menyebabkan resapan air di bagian hulunya terganggu,” jelasnya.

Diakuinya, penanganan banjir yang dilakukan selama ini oleh pihaknya lebih banyak terfokus di wilayah hilir. Berikutnya, tidak diikuti dengan perbaikan yang berarti di wilayah hulu DAS dan Sub DAS.

“Jadi, kita tidak bisa hanya menambah saluran dan gorong-gorong. Perlu ada perbaikan dan pembangunan ruang atau kawasan terbuka hijau,” terangnya.

930 x 180 AD PLACEMENT

Sebelumnya, salah satu warga Kedaung, Puguh Suprianto secara gamblang menjelaskan wilayah Kedaung selalu menjadi daerah rawan banjir. Banjir, bahkan, menurutnya terjadi karena aktivitas tambang ilegal.

“Tiap hujan lama akan selalu seperti itu dari dulu. Saya sudah 20 tahun lebih tinggal di Kedaung sejak jalan tersebut belum tembus belakang,” imbuhnya.

Selain dipengaruhi tambang ilegal, ungkapnya, masalah banjir juga terjadi karena volume drainase yang dibangun tidak mampu menampung air hujan dengan intensitas tinggi.

“Juga debit air yang dioutput ke sungai kurang besar. Hanya mengandalkan sungai kecil yang sudah dangkal dan menyempit akibat pembangunan pemukiman. Itu analisa saya selain tambang ilegal,” tandasnya. (Elton)

930 x 180 AD PLACEMENT

930 x 180 AD PLACEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
930 x 180 AD PLACEMENT